Blendrang Yang Gosong
(Ahmad Suherdi)
Ini
tentang sebuah pengalaman yang terlupakan bagi saya. Iya, pengalaman ini
menjadikan saya lebih konsisten dalam menjalani sebuah amanah. Pengalaman
tersebut tercipta di dalam lingkungan pondok pesantren salafi di desa
Tunggulsari Tulungagung. Benar, ini adalah sebuah tempat yang menjadikan saya
lebih mengenal tentang hakikat diri saya.
Awal
masuk pesantren, saya menggunakan sepeda ontel lipat. Bentuk ukuran sepedanya
sangat kecil. Sepeda itu menjadi teman saya berangkat menuju kuliah. Jaraknya
sekitar satu kilo meter antara pondok dan tempat kuliah saya. Berangkat pagi
pulang sore adalah rutinitas harian saya demi menuntut ilmu. Pernah suatu
ketika, saya pulang malam. Waktu itu ada salah satu materi kuliah yang
dilakukan pada jam malam. Sekitar sesudah shalat isya baru saya pulang menuju
pondok. Memang sangat gelap sekali di jalanan. Saya hanya memakai senter kecil
bawaan kunci pengaman sepeda. Cahayanya berwarna biru. Sangat redup, namun
cukup sebagai tanda pengendara lain bahwa ada saya di jalanan itu.
Memang,
di dalam pondok yang saya mukim ini sangat banyak sekali tanaman. Sepertihalnya
ada pohon pisang, pohon nangka, pohon alpukat, pohon pepaya dan lain
sebagainya. Teman-teman pondok biasa memasak tanaman yang ditanam di samping
timur gedung madrasah. Hal ini sering dilakukan karena untuk menghemat biaya
hidup. Iya, kami di pondok harus bisa prihatin dalam mengatur pola hidup. Kalau
bersikap gensi atau inging terlihat seperti orang kaya, maka itu akan
menjadikan kekacauan pada diri sendiri. Cukup nikmati saja apa adanya hidup
yang diberikan oleh Allah swt.
Sayuran
yang menjadi legenda di pondok adalah oseng pepaya. Dalam bahasa jawa disebut jangan
ketes. Jangan = sayur dan kates = pepaya. Pepaya yang
digunakan adalah pepaya yang belum matang. Warnanya masih hijau dan kalau
kulitnya dikupas akan keluar getah berwarna putih. Biasanya teman-teman
memasaknya ala oseng-oseng, yaitu masakan tanpa adanya kuah. Terkadang juga
memasak menggunakan santan. Rasanya sama saja, semua terasa nikmat kalau
dimakan bersama-sama.
Selain
jangan kates, termasuk legenda lagi ada jangan terong. Nah, sayur
ini adalah sayur favorit bagi kami. Cara memasaknya cukup mudah, hanya memakai
bawang putih, bawang merah, cabai dan beberapa bumbu penyedap yang dijual di
warung-warung. Makanpun terasa nikmat karena bersama-sama dalam satu nampan.
Bagi kami ini adalah kenikmatan yang nyata.
Sayur
yang telah dimasak terkadang tidak habis seluruhnya. Sisa sayurnya tidaklah
dibuang, melainkan dijadikan blendrang. Tahukah blendrang itu
apa? Yaitu sayur kemarin yang di angerin/dipanasin. Biasanya manasinnya pas
pada malam hari agar ke esokan harinya dapat dinikmati bersama-sama sebagai
menu sarapan.
Sebagian
orang mungkin tidak banyak mengenal istilah blendrang. Saya sendiri saja
mengenal istilah blendrang pada saat di pondok ini. Saya tahunya ya
sayur kemarin yang dipanasin. Maklum saja, saya berasal dari daerah Sumatera.
Semua bahasa Jawa halus perlahan saya pelajari di pondok ini. Dulu saya hanya
bisa bilang inggih “iya” dan mboten “tidak”. Dua kata itu
menjadikan saya bisa berkomunikasi berbahasa Jawa halus.
Jangan
blendrang bagi santri adalah santapan yang
luar biasa nikmat. Memang tidak seberapa mewahnya, tapi kita diajarkan untuk
tidak membuang-buang makanan. Jadi, dengan memblendrangnya dapat meminimalisir
makanan itu terbuang sia-sia.
Awalanya
saya sendiri begitu kurang menyukai jangan terong. Saat masih di rumah,
ibu sering memasak jangan terong. Saya hanya mendiamkan saja dan
mengambil menu yang lainnya. Apalagi jangan terongnya sampai di blendrang
hmmm pastinya tidak doyan. Hehehe. Bukannya manja ya, tapi memang kalau tidak
suka ya tidak tidak bisa dipaksakan.
Namun, ada kejadian yang luar biasa ketika saya di masuk dalam
pondok. Saya perlahan terbiasa memakan jangan terong masakan teman-teman.
Bahkan terong menjadi menu favorit saya ketika di pondok. Entah kenapa saya
bisa suka makan makanan yang dulunya saya kurang nafsu memakannya. Mungkin,
memang tidak ada makanan lain yang dimakan, kecuali jangan terong
hehehehe.
Awal
saya bisa masak juga ketika di dalam pondok. Dulu pernah baru pertama masuk
pondok langsung di suruh manasin sayur. Waktu itu sayurnya adalah sayur kacang
koro atau biasa disebut dengan jangan koro. Saya yang belum pernah
manasin sayur ini, tiba-tiba saja lupa mematikan kompor. Ceritanya itu, saya
meletakkan jangan koro sisa kemarin sore di atas kompor yang sudah saya
nyalakan. Kemudian saya kembali lagi ke kamar. Saking asyiknya ngobrol bersama
teman-teman, eeehhhh ladalah ternyata lupa mematikan kompornya. Ada salah satu teman
yang berteriak, jangan e gosong jangane gosong “sayurnya gosong sayurnya
gosong” dengan nada keras. Spontan saya teringan jangan koro yang saya
panasin tadi. Setelah saya lihat, ternyata sudah gosong semuanya sampai dasar
wajannya. Alhasil jadilah blendrang yang gosong.
Dari
pengalaman tersebut saya mendapatkan sebuah pelajaran. Bahwa, ketika
mendapatkan sebuah amanah, maka harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Jangan
sampai malah merusak amanah tersebut. Saya contohnya, saya awalnya dipasrahi
memanasi jangan koro, eehh malah digosongin.
Begitu
juga dengan amanah yang diberikan oleh bapak dan ibu kepada kita. Mereka rela
bekerja siang dan malam hanya untuk membiayai kita dalam belajar mencari ilmu.
Terkadang rasa lelah mereka tidak rasakan hanya agar bisa mendapatkan uang
untuk mengirimkan anak-anaknya uang bulanan. Mereka hanya ingin anak-anaknya
menjadi orang-orang yang sukses dan bisa berguna nantinya bagi nusa dan bangsa
ini.
Tentunya,
ketika mereka menginginkan anak-anaknya untuk mondok, tujuannya agar kelak mereka
mendapatkan kenikmatan akhirat dari doa anak yang sholeh dan sholehah.
Memondokkan anak adalah upaya melakukan amal kebaikan di jalan Allah. Bagaimana
tidak, ketika mereka mencari uang dan uang yang telah didapat tersebut
dikirimkan kepada anaknya di pondok, tentu itu adalah sebuah amal dalam hal
kebaikan. Apalagi, katika anak-anaknya mau mendokan orangtuanya, pastinya ini
adalah sebuah amal yang tidak akan terputus.
Lantas,
tegakah kita menghianati perjuangan orang tua kita yang telah membiayai kita di
pondok? Tentu saya tidak tega dan tidak akan melakukannya. Bayangkan saja
ketika kita tidak serius dalam belajar, hanya main-main saja dan menghabiskan
uang saja, tentunya bila orangtua mengatahuinya mereka tidak akan rela. Mereka
akan sakit hati. Lalu barokahkah hidup kita kalau menyakiti keduanya? Tentu
tidak akan ada keberkahan di dalam menjalani kehidupan ini. Rasulullah telah
bersabda bahwa “ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, sebaliknya murka
Allah tergantung pada murka orangtua. Hadist tersebut mengajarkan kita agar
berbakti kepada kedua orang tua. Apapun amanah yang diberikan, maka jalankanlah
dengan sebaik-baiknya. Kalau mereka mengamanahkan kita untuk belajar dengan
bersungguh-sungguh, maka kita harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah
tersebut. Semoga kita termasuk sebagai anak yang berbakti kepada orang tua.
Aaamiiin.
Jadi,
dari pengalaman blendrang jangan koro yang gosong tersebut dapat membuka
hati saya. Saya mendapatkan pelajaran dari blendrang jangan koro yang
gosong tersebut. Gara-gara ceroboh dan tidak menjaga amanah, hasilnya malah
gosong dan malah tidak bisa dimakan. Tentunya menjadikan sia-sia saja dan
terbuang.
Itulah
tadi tulisan tentang jangan blendrang yang gosong. Dari kegosongan itu, saya
mendapatkan pelajaran yang luar biasa. Mulai sekarang saya mulai bisa memasak
dan bisa menghindari kegosongan saat manasin blendrang. Sekian dan terimakasih.
Salah jangan blendrang.
BIODATA PENULIS
Ahmad Suherdi, dilahirkan di Jambi, Rimba Bujang, 28 Mei 1996. Pindah tempat tinggal di
Palembang. Ds. Makarti Mulya kec. Mesuji kab. Oki Palembang. Mengawali
pendidikan di SDN 2 Makarti Mulya Tahun (2002-2008). Kemudian melanjutkan ke
MTs Al-Hikmah Makarti Mulya Tahun (2008-2011).
Melanjutkan lagi
studinya di SMAN 2 Mesuji Makarti Mulya (2011-2014). Kemudian melanjutkan
perkuliahan jenjang Sarjana Strata Satu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung Tahun (2014-2018). Melanjutkan perkuliahan lagi di Program Pascasarjana
S2 IAIN Tulungagung (2018-2020)
Ahmad Suherdi juga aktif
menulis di blogger. Anda bisa mengunjunginya di herdiksumsel.blogspot.com.
Ahmad Suherdi mencatat setiap pengalaman dalam catatan blog. Ahmad Suherdi juga
menekuni jasa pembuatan foto custom dan juga hobbi berkebun hidroponik.
Untuk berakrab diri
dengan Ahmad Suherdi, anda bisa berkunjung ke:
IG: @herdik_sumsel
FB: Ahmad Suherdi AS
YT: Ahmad Suherdi
Channel
WA: 083850322330
Mantab...
BalasHapusSuwun pak hehe
BalasHapus