Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Rindu Ibu Diseberang Pulau Sumatera

 Ahmad Suherdi



Ini tulisan menceritakan kisah seorang Ibu yang sangat sayang kepada saya. Ibu saya bernama Siti Alpiyah dan beliau adalah sosok wanita kuat, penyayang dan selalu memberikan perhatian terbaiknya kepada anak – anaknya. Benar, hari ini saya sangat rindu ibu yang sekarang ini berada di pulau seberang. Tepatnya di pulau Sumatera Selatan dengan letak ibukotanya di Palembang.

 

Pagi ini, secangkir teh hangat menemani diri saya untuk menyambut mentari pagi menampakkan pancaran sinarnya. Terdengar suara ngaji Al-Qur’an dari mbak – mbak pondok yang sangat merdu dan dapat menenangkan hati. Memang, setiap Jum’at pagi mbak pondok akan mulai tadarusan atau mengaji Al-Qur’an dengan hafalan. Suara mereka sangatlah merdu dan bacaan – bacaan tajwidnya juga sangat bagus.

 

Saya berasal dari daerah Sumatera Selatan dan sekarang ini tinggal di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur untuk mencari ilmu pengetahuan. Selama di Jawa Timur, Saya tinggal di pondok pesantren Manba’ul ‘Ulum Tunggulsari Tulungagung. Di tempat inilah, saya mendapatkan banyak sekali ilmu pengetahuan tentang agama Islam. Banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya tentang sebuah kehidupan. Namun, di  pondok ini, Saya perlahan mulai memahami arti sebuah kehidupan melalui isi kajian kitab – kitab klasik.

 

Sebagai anak perantauan, tentu saja akan merasakan rasa rindu kepada keluarga. Hal ini juga dirasakan sebagian besar teman – teman yang menimba ilmu di pulau Jawa. Saya dan teman – teman rela untuk meninggalkan keluarga demi mencari ilmu pengetahuan. Hal ini memang harus kami lakukan karena kalau tidak kuat menahan pahitnya belajar, maka sudah tentu akan merasakan pahitnya kebodohan di masa yang akan datang. Tentu, hal semacam ini janganlah sampai terjadi di kehidupan generasi muda Indonesia.

 

Rasa rindu akan sosok seorang Ibu memang kerap kali mendatangi diri saya. Terkadang beliau datang di dalam mimpi dan entah apa maksud mimpi tersebut. Mungkin, kedatangan beliau di dalam mimpi karena rasa rindu yang sudah amat dalam. Namun, sekali lagi saya harus menahan rasa rindu ini karena harus fokus untuk belajar dan menyelesaikan studi tepat waktu.

 

Untuk menghilangkan rasa rindu yang datang, saya selalu menelepon beliau dan setelah mendengarkan suara beliau, rindu ini perlahan mulai terobati. Obrolan saya dan ibu semakin seru dan terkadang beliau menceritakan tentang teman – teman saya yang sudah menikah. Hal semacam ini memang terkadang membuat saya berpikir “apakah ibu ingin saya segera menikah?”. Memang, sebagai orang tua pastinya menginginkan hal yang terbaik untuk kehidupan anaknya. Namun, untuk menuju jenjang itu haruslah dibutuhkan banyak sekali ilmu dan kesiapan yang matang. Dan saya menyadari kalau masih butuh banyak ilmu pengetahuan dan kesiapan di dalam  diri ini.

 

Obrolan saya dan ibu bisa sampai satu jam dan terkadang juga lebih. Hal itu bisa terjadi karena dalam satu minggu kadang hanya menelepon sekali saja. Pastinya, perasaan rindu semacam ini tidak dirasakan anak – anak lain yang sekarang dekat dengan ibunya. Sungguh, bagi yang sekarang dekat dengan ibu, peluklah beliau dan berikan senyuman indah untuk beliau. Ibu tidak butuh banyak tuntutan kepada kita, beliau hanya ingin anaknya ada disisinya. Sebagai seorang anak tentunya harus memberikan yang terbaik untuk sang ibu.

 

Kalau mengingat tentang ibu, saya kembali teringat saat masih duduk dibangku SMA. Ibu selalu membangunkan saya di pagi hari dan menyiapkan sarapan sebelum saya berangkat sekolah. Namun, terkadang saya membuat ibu jengkel saat saya pulang telat karena memang masa itu saya sangat hobi bermain badminton. Bahkan saat ada pertandingan sampai pulang hampir larut malam. Tentu saja, handphone saya terus berbunyi menandakan ada telepon masuk dari ibu.

 

Sebagai anak pertama, tentu saja ibu sangat khawatir terhadap diri saya. Mungkin itulah naluri seorang ibu yang terkadang mempunyai perasaan khawatir terhadap anaknya. Namun, beliau tidak pernah melarang saya untuk mengikuti aktivitas positif yang ada di sekolahan. Cuma ketika saya telat mengabari saat pulang telat, itulah yang terkadang membuat sang ibu menjadi khawatir.

 

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi yang jauh dari rumah. Setelah ada pengarahan dari guru saya, akhirnya saya mendaftarkan diri di kampus IAIN Tulungagung. Memang, saya bukanlah salah satu anak yang pintar, namun saya mempunyai cita – cita untuk bisa menjadi orang sukses nantinya.

 

Perjalanan menuju Tulungagung, Jawa Timur pun dimulai. Dengan bekal ilmu pengetahuan selama di SMA dan doa dari seorang ibu, saya mencoba mengikuti tes tulis ujian masuk kampus. Saat itu, saya berangkat bersama 3 teman yang dulu pernah satu kelas saat masih di Tsanawiyah. Ketiga temanku tersebut juga memutuskan untuk kuliah bersama saya di kampus Tulungagung. Benar saja, ternyata perjalanan saya sangat jauh dan melelahkan. Namun demi menuntut ilmu, kami menahan keluhan seperti itu.

 

Hari itu, ujian tes masuk dimulai. Saya dan teman – teman masuk di ruangan yang sudah disediakan panitia ujian masuk. Saya dan teman – teman mengerjakan soal – soal ujian dengan sungguh – sungguh. Shalawat dan dzikir terus diucapkan di dalam hati agar diberikan ketenangan saat mengerjakan soal – soal ujian. Alhasil, lantaran usaha tersebut, kami berhasil lolos dan diterima di kampus tersebut sesuai dengan jurusan yang kami pilih.

 

Tidak terasa sudah dua hari saya di Tulungagung. Malam itu, terdengar bunyi nada dering di handphone saya. Saya melihat di layar, ternyata adalah ibu yang menelepon. Segera saya angkat telepon tersebut dan langsung menceritakan kabar perihal diterimanya saya di kampus tersebut. Ibu mendengar itu langsung senang dan mengucapkan selamat untuk saya. Itulah kekuatan doa seorang ibu yang mampu memberikan kemudahan dalam segala hal.

 

Setelah diterima di kampus, saya menetap di Tulungagung. Saat itu saya masih tinggal di kamar kos, namun karena kegiatan hanya itu – itu saja, kemudian saya memutuskan masuk di pondok pesantren. Benar, di pondok pesantren itu saya mendapatkan banyak sekali ilmu pengetahuan dan siraman rohani dari seorang kyai. Doa – doa untuk orang tua yang diajarkan kyai saya amalkan setiap hari dan berharap ibu dan bapak diberikan perlindungan oleh Allah.

Mulai dari situlah, rindu di dalam diri ini mulai bisa terobati dengan rutin mendoakan beliau dari sini. Di pondok terdapat banyak sekali teman – teman yang juga jauh dari ibu, bahkan rumahnya lebih jauh dari saya. Namun, kami disini menjadi keluarga baru yang bersama – sama mendoakan kebaikan untuk keluarga yang sedang berada dirumah.

 

Itulah sepenggal kisah tentang rasa rindu akan sosok ibu yang sekarang ini berada di pulau seberang Sumatera Selatan. Terimakasih sudah membaca kisah singkat ini.

 

 

 

 

Posting Komentar untuk "Ketika Rindu Ibu Diseberang Pulau Sumatera"