THE POWER OF KENTONGAN
Oleh: Ahmad Suherdi
Awal masuk pondok ini. Aku salud dengan adanya
kentongan dan bedug yang besar diameternya. Tidak kaget lagi sih, karena di
masjid dusunku juga diameter bedug nya besar. Entah itu pohon tahun berapa
dengan diameter seperti itu.
Aku juga pernah lihat potongan-potongan kayu dengan
diameter yang bersar-besar dan panjang di TMII. Ditengahnya itu berlubang dari
ujung ke ujung. Entah bagaimana ada batang pohon sebesar ini di tempat ini.
Mungkin ini jaman purba dulu ada pohon sebesar ini ya...?? hehehe.
Ini adalah foto dengan Pak Karyadi di museum pohon
raksasa. Umur beliau jauh di atas saya. Namun, sifat penasaran beliau dengan
suatu hal di TMII ini sangat besar sekali. Bayangkan, beliau rela ikut keliling
taman dengan satu sepeda yang bisa di naiki 3 orang, sungguh pengalaman yang
luar biasa bisa jalan-jalan sambil belajar dengan beliau.
Ini adalah kentongan di pondok. Cukup panjang dan besar
diameternya. Ada kang yang mengira ini adalah cabang dari pohon yang dijadikan
bedug. Entah, aku juga tidak tahu sejarah tentang kentongan ini, yang aku tahu
kentongan ini adalah media mengumpulkan para santri di pondok.
Penggunaan kentongan di Pondok ini adalah sebagai media
untuk mengingatkan waktunya mengaji, kentong masuk sholat fardhu dan
mengumpulkan santri ketika ada suatu hal yang ingin dibahas bersama-sama.
Kang-kang kalau mengaji bandongan biasanya berkumpul
disekitar bedug dan kentongan tadi. Satu sisi nyaman, satu sisi kalau ngaji
trus ketiduran agar tidak ketahuan Abah. Hehehe ssstttt.
Biasanya ketika akan mengaji,
kentongan ini di pukul sebanyak 2-3 kali. "Tong tong tong" adalah
bunyi yang sering ku dengar ketika ngaji pagi, bada asar dan bada kelas diniyah
jam 9 malam.
Kentongan juga sudah melekat
dalam masyarakat. Ketika para warga melakukan kegiatan ronda malam, pasti di
pos kampling ada kentongannya. Mungkin dengan tujuan sebagai tanda jika ada
sesuatu hal yang penting.
Aku pernah mendengar cerita dari
Kang Abdul Aziz bahwa, kentongan yang ada di masjid dekat rumah nya itu jarak
bunyinya sampai ke pasar. Dan benar saja jarak masjid dan pasar agak jauhan.
Kang Aziz bilang "kentongan tergantung siapa yang punya". Memang
masjid itu yang menjadi tokoh adalah kakek nya Abah. Yang dulu sangat disegani
dan dihormati karna ke 'alimannya.
Kata kang Aziz, ketika memakai
pengeras suara malah kadang tidak kedengeran pas adzan. Aneh kan, ya tergantung
pribadi masing-masing, ketika adzan berkumandang segera kemasjid atau tidak.
Dari kentongan aku belajar.
Bahwa, walau kentongan terlihat hal yang sederhana, tetapi sangat besar
manfaatnya. Seperti halnya juga menulis catatan harian. Dari motivasi bapak
Ngainun Naim bahwa, menulis hal sederhana tentang cerita kehidupan sehari-hari
itu adalah pekerjaan otak kanan dan melatih kita menulis cepat nantinya ketika
mengerjakan tugas kuliah. Aku yakin dengan itu. Bahwa masa akan berubah. Namun,
kenangan dalam catatan akan tetaplah ada bila kita menulisnya.
Kata mutiara motivasi: Jangan menunggu waktu luang,
tapi luangkanlah waktu (Bapak Ngainun Naim).
Tulungagung, 8 November 2019
Posting Komentar untuk "THE POWER OF KENTONGAN"
Silahkan Berkomentar Dengan Sopan