PRESENTASI KELOMPOK DUA "METODOLOGI ISLAM NUSANTARA"
Presentasi Kelompok dua
Metodologi Islam Nusantara
By: Ahmad Suherdi
Rabu, 02 Oktober 2019
Hari
ini matahari pagi sangatlah cerah, mentari seolah tersenyum padaku, menyinari
langkahku untuk aku bergegas berangkat kuliah untuk menuntut ilmu yang bermanfaat.
Hari ini adalah hari batik nasional, serentak teman-teman di grub kelas
mengkondisikan bahwa hari rabu ini khusus memakai baju batik semua, seketika
aku mencari baju batik dan ketemulah baju batik seragam ku hehehe, ya memang
jarang memakai baju batik tapi lantaran hari ini suasana kelas menjadi
warna-warni bercorak batik dan tampak indah, yang mana batik menjadi khas
budaya berpakaian di Bumi Nusantara ini, Keren bukan.
Pemaparan
pemateri hari ini sangat lantang dan tegas oke keren, yang menjadi kekurangan
mungkin kurang adanya bentuk fisik dari materi sendiri, oke pemateri hari ini
memaparkan materi tentang metodologi Islam Nusantara. Ada dua ijtihat dalam
menurut Imam al-Syathibi yaitu ijtihad tathbiqi dengan ijtihad
istinbathi. Menurutnya, jika ijtihad istimbathi tercurah pada
bagaimana menciptakan hukum, maka ijtihad tathbiqi berfokus pada aspek
penerapan hukum.
Saya
pernah mendengar Abah Kyai dawuh bahwa seorang mujtahid dalam mencetuskan suatu
hukum Islam atau menafsirkan al-Qur’am itu harus paham ilmu Al-Qur’an dan
Tafsirnya, serta paham ilmu-ilmu hadits lainnya, ilmu alat dan sebagainya, jadi
dari situ saya memahami bahwa sebagai seorang pencetus hukum dalam Islam itu
tidak mudah dan memang di butuhkan kemampuan yang memadai dan terpercaya.
Menurut
pemaparan materi dalam metodologi Islam Nusantara adalah sebagai berikut:
Mashlahah
Mursalah pengertianannya perbuatan-perbuaan yang
mendorong kepada kebaikan manusia. Pemateri juga meyimpulkan bahwa yang
mengandung manfaat disebut maslahah.
Seperti
yang pemateri utarakan pada contoh Khalifah Umar ibn Khattab adalah yang paling
banyak menggunakan mashlahah mursalah. Seperti contoh Umar ibn Khattab
pernah tak memotong tangan para pencuri saat krisis. Dapat kita ketahui hukum
yang ada di Nusantara (negara Indonesia) ini bahwa ketika orang mencuri tidak
di potong tangan melainkan di penjara sesuai tingkat kriminalnya. Dalil
mashlahah mursalah ini juga di pakai oleh para ulama untuk menerima pancasila
sebagai asas dalam negara. Para kyai juga berkata: pertama; tidak ada satu sila
pun didalam pancasila yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits. Bahkan,
sila-silanya selaras dengan pokok-pokok ajaran Islam. Kedua, dari sudut relitas
politik, pancasila ini bisa menjadi payung politik yang menyatukan seluruh
warga negara yang plural dari sudut etnis, suku dan agama.
Islam
memang lahir di Arab tapi Islam bukan Arab, dalam menerapkan Islam di Nusantara
iya seperti kita ketahui bagaimana kebudayaan yang melekat dan itu tidak bisa
di hilangkan sepenuhnya, tapi dengan memperbaiki isi dari kebudayaan sesuai
dengan syari’at Islam.
Yang
kedua dari pemaparan materi tentang metodologi Islam Nusantara adalah Istihsan
secara etimologi berarti mengganggap baik atau mencari yang baik atau
menilai sesuatu sebagai baik. Menurut istilah Ulama’ Ushul ialah berpindahnya
seorang mujtahid dari tuntutan Qiyas Jali (qiyas nyata) kepada Qiyas
Jhafi (qiyas samar), atau dari hukum kulli (hukum umum) kepada hukum
pengecualian lantaran adanya dalil yang menyebabkan mujtahid mengalihkan
pemikirannya dan mementingkan perpindahan hukum. Seperti contoh dari istishsan
bi al-nash, yaitu ishtisan berdasarkan teks al-Qur’an atau hadits
seperti contoh orang yang makan dan minum ketika berpuasa itu tidak batal bila
dalam keadaan lupa menurut teks hadits. Seperti halnya lagi boleh meringkas
sholat didalam jarak perjalanan yang sudah di tentukan.
Metodologi
yang ke tiga adalah ’Urf adalah sesuatu yang sering dikenal oleh manusia
dan telah menjadi tradisinya. Yang mana Islam itu tidak memusnahkan tradisi
yang ada dimasyarakat justru para Ulama’ memasukkan Islam melalui tradisi
masyarakat yang ada seperti hal nya Yasinan dulu adalah pembacaan mantra-mantra
di dalam sebuah perkumpulan namun Islam yang di bawa Ulama’ tidak membubarkan
perkumpulan itu namun merubah sesuatu yang ada didalamnya seperti pembacaan
mantra-mantra yang di ganti dengan pembacaan yasin, tahlil dan pujian-pujian
yang lain yang sesuai dengan syareat islam. Karna para Ulama’ menyadari bahwa
di Bumi Nusantara ini lahir berbagai jenis suku, jenis budaya, maka dari itu
para Ulama’ mensosialisasikan Islam didalm kebudayaan masyarakat sekitar.
Jadi
pada intinya Islam di Nusantara itu fleksibel, tidak kaku dan mengena serta
menjadi media masyarakat untuk saling memahami dan bertoleransi dalam kehidupan
sehari-hari.
Terimakasi
telah membaca semoga bermanfaat...
👍👍
BalasHapus