Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sambang

Ahmad Suherdi


Menjadi santri, tentu akan sering merasakan datangnya rindu. Rindu akan kamar dengan kasur empuk, rindu masakan ibuk dan hal-hal kebebasan lainnya. Iya, pastinya rindu itu sering muncul apalagi jarak rumah dengan pesantren berbeda pulau. Antara Sumatera dan pulau Jawa.

Ponpes Hidayatul Mubtadiin Ngunut asrama Sunan Kalijaga ini menjadi tempat belajar Agama adik saya. Iya, adik saya berumur sekitar 15 tahun tepatnya kelas 1 SMK di lembaga tersebut. Jurusannya adalah spesialis fotografi dan desain. Pokoknya berhubungan dengan dunia foto dan video.

Awalnya dia merasakan hawa tidak betah yang cukup luar biasa. Maklum waktu itu masih 2 mingguan di pondok tersebut. Dia bilang tidak betah, mungkin karena merasakan suasana 180 derajat yang berbeda. Tidak ada handphone, kasur empuk, makanan enak, dan tidak bisa bermain bebas.

Aturan pondok tetaplah aturan yang harus dipatuhi. Semua santri dididik untuk mampu mandiri dalam belajar ilmu agama. Tujuannya agar nanti bisa menyebarkan ilmunya kepada masyarakat di lingkungannya kelak setelah boyong (lulus pondok). Tentu ini tidak semudah yang diharapkan, pastinya banyak sekali tantangan untuk sabar dan sabar.

Aturan sambang "berkunjung" menemui santri adalah setiap hari jum'at. Saya melihat para santri disambang oleh orangtua mereka dengan dibawakan makanan-makanan yang enak-enak. Adik saya sempat iri dengan mereka yang disambang oleh orangtuanya, namun saya mengajarkan kepada dia untuk menjadi laki-laki yang kuat dan sabar. Jangan merasa iri dengan yang lainnya, niatlah belajar dengan sungguh-sungguh. Setiap sambang saya membawakan di makanan kesukaannya agar dia dapat menikmatinya dengan lahap.

Perlahan dia mulai terbiasa dengan kehidupan pondoknya. Mulai dapat teman dan pelajaran baru. Saya memberikan beberapa buku bacaan tentang kisah orang-orang 'alim zaman dahulu. Tujuan saya agar dia termotivasi menjalani hidup di pondok malalui kisah tersebut. Diantara bukunya adalah "pertuah kyai sepuh dan biografi imam Syafi'i". Buku tersebut kecil cukup di saku dan mudah dibawa kemana-mana.

Beberapa minggu kemudian, saya sambang dan menanyai dia apakah bukunya dibaca. Ternyata dia sudah membacanya dan katam berkali-kali. Bahkan dia menceritakan beberapa kutipan-kutipan kisah para orang 'alim terdahulu. Saya mulai membiasakan dia untuk membaca bacaan motivasi hidup di pondok. Dari situlah semangat dia akan bangkit. Semoga bisa istiqomah. Aaamiin.

Untuk kedepannya saya akan memberikan buku lainya sebagai bacaan dikala waktu luang dia. Dengan begitu, maka bisa membuka pikiran dia untuk melihat betapa luasnya ilmu dan manfaat ilmu itu sendiri. Hal sederhana ini semoga bisa menjadikan dia semakin mau dan bersemangat belajar di pondok. Semoga jadi adik yang sholeh. Aaamiin.



Tulungagung, 04 September 2020.

2 komentar untuk "Sambang"

  1. Aamiin. Kisah perjuangan Kakak yang luar biasa. Sedikit banyak saya pernah berada di posisi Mas Herdi. Kapan-kapan saya jadi ingin menulisnya. Hitung-hitung untuk refleksi diri. Terima kasih Mas Herdi. Sangat inspiratif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih semoga kisahnya menjadi inspiratif juga

      Hapus