Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ngopi (ngolah pikir) Mantapkan Hati

Ahmad Suherdi


Secangkir kopi agak manis menjadi rutinitas santri dikala pagi hari. Setelah sholat berjamaah subuh dan ngaji sorogan, rutinitas ngopi seperti ini adalah hal yang sudah biasa dilakukan. Bahkan, ngopi pagi ala santri ini membawa inspirasi tersendiri dikala matlaah kitab kuning. 

Saya teringat dengan sesepuh pondok dulu "mbah Huda" yang telah lama sekali mondok di pondok pesantren Manba'ul 'ulum Tunggulsari Tulungagung ini. Beliau setiap pagi setelah sholat subuh selalu melakukan rutinitas ngopi dan rokok an lintingan "meracik rokok sendiri" di teras ruang tempat madrasah diniyah. Sambil menghadap arah utara, beliau menikmati setiap sruputan kopi hitam dan rokok yang berada dijari sebelah kanan. Satu kalimat dari beliau adalah "sederhana tapi nyata". Memang sebagai santri harus mempunyai gaya hidup sederhana, dimana dari kesederhanaan itu lahirlah sifat zuhud pada diri santri.

Tentang kesederhanaan ini, saya membaca buku "petuah kyai sepuh" yang menceritakan perjalanan hidup para kyai semasa menjadi santri tempo dulu. Kyai Muhammad Kholil Bangkalan adalah salah satu tokoh yang ditulis dalam buku ini. Kyai Kholil adalah sosok kyai yang karismatik yang alim dalam ilmu agama. Beliau dikenal sebagai ahli fiqh dan ilmu alat "nahwu dan sorof". Beliau juga dikenal sebagai orang sakti "waskita; Jawa" weruh sak durunge winarah "mengetahui sebelum terjadi".

Selama menjadi santri, kyai Kholil menjadi buruh batik di pesantren yang berada di Sidogiri. Perjuangan beliau menjadi buruh batik adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di pesantren. Keluarga Kyai Kholil sebenarnya adalah keluarga yang cukup berada, namun Kyai Kholil tidak mau merepotkan orangtua pada kala itu. 

Ketika berada di pesantren di Banyuwangi, Kyai Kholil kembali menunjukkan kemandiriannya. Pengasuh pesantren tersebut mempunyai kebun kelapa yang luas. Selain giat belajar di pesantren itu, Kyai Kholil juga menjadi buruh petik kelapa dengan upah 3 sen setiap 80 pohon. Semua hasil upah tersebut disimpan dalam peti lalu dipersembahkan kepada kyainya.

Kyai Kholil juga menjadi khodam "pembantu" kyainya. Setiap hari kyai Kholil mencuci baju, piring, menyiapkan air di bak mandi dan pekerjaan lainnya. Kyai Kholil sering menjadi juru masak kebutuhan teman-temannya. Dari kehidupan yang prihatin itulah, kyai Kholil mendapatkan makanan secara cuma-cuma.

Suatu ketika sang guru mengutus kyai Kholil untuk melanjutkan belajar di Mekkah. Suatu perjalanan yang panjang dan penuh kebagiaan. Dalam perjalanan kyai Kholil terus membaca surat Yasin hingga berkali-kali khatam. Sungguh suatu hal yang luar biasa apa yang dilakukan Kyai Kholil dalam berjuang mencari ilmu.

Kesederhanaan berlanjut saat belajar di Mekkah. Pada saat menjadi santri di Mekkag, kyai Kholil lebih sering memakan kulit semangka dan minum air zam zam. Bahkan, demi menghormati tanah haram, kyai Kholil pergi ke tanah halal terlebih dahulu untuk buang hajat. Kain putih dijadikan sebagai kertas tulis dalam mencatat setiap pelajaran yang disampaikan oleh sang guru. Setelah tulisan itu dipahami dan dihafal, barulah baju putih itu dicuci dan dipakai lagi. Sekian cerita singkat dari mbah kyai Kholil Bangkalan.

Memang di zaman sekarang, teknologi berkembang sangat pesat. Kitab-kitab kuning sudah banyak yang dicetak rapi dan sangat mudah dipelajari di pesantren. Sarana dan prasarana mencari ilmu sangatlah mudah kita dapati di zaman sekarang ini. Namun, sudahkah kita memanfaatkan fasilitas itu dengan baik...?

Tentu di pesantren kita diajarkan kesederhanaan dan keprihatinan dalam menjalani hidup. Pembelajaran seperti itu dilakukan agar para santri siap untuk hidup prigel "multitalenta" di dalam lingkungan masyarakat. Santri itu harus siap disegala situasi di masyarakat. Ketika santri dijadikan orang yang penting dimasyarakat, maka harus bisa menjalankan amanah tersebut dengan baik.

Sruput kopi pagi ini sangatlah nikmat dibarengi dengan membaca buku petuah kyai sepuh. Kopi hitam agak manis perlahan mulai habis dan menampakkan bubuk kopi yang mengendap di bawah. Waktu tidak terasa sudah pukul 07:00. Bunyi kentongan tanda masuk ngaji tafsir jalalain sudah berbunyi. Bunyi kentongan itu seolah membangkitkan jiwa-jiwa santri untuk segera bangkit menambah pengetahuan dari barokah ilmu kitab dari para ulama. Semoga santri tetap istiqomah mengaji dan jadikan rutinan ngopi sebagai sarana mencari inspirasi dalam menguraikan isi kitab.


Tulungagung, 28 Juli 2020.



4 komentar untuk "Ngopi (ngolah pikir) Mantapkan Hati"